Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Stadion Persija Yang Berakhir Dengan Penggusuran



Rezaeka615.blogspot.com -Meski juara, Persija memiliki cerita pilu karena mengarungi kompetisi dengan menjadi musafir di 4 stadion.
Menjadi klub Ibu Kota, Persija sudah menjadi resiko karena berada di pusat ekonomi dan pemeritahan yang padat penduduk. Segala konflik dan kepentingan ibu kota, Persijalah yang selalu di tumbalkan.
 .
Bagaimana tidak, Persija saat ini belum memiliki stadion resmi. Meski beberapa kali di berikan stadion oleh pemerintah namun semuanya berakhir dengan penggusuran dengan alasan proyek Ibukota.

Berikut adalah stadion Persija yang berakhir dengan penggusuran:

Stadion IKADA

Setelah kemerdekaan, Stadion IKADA merupakan stadion terbesar yang dimiliki oleh Indonesia. Persija yang boyongan dari Pulo Piun pun memanfaatkan betul penggunaan lapangan tersebut. Meski tidak semua, kebanyakan pertandingan kompetisi Internal klub dilangsungkan di IKADA, terutama pertandingan-pertandingan final.

Walau pemain-pemain Persija saat itu sudah akrab dengan IKADA, Persija hanya meraih satu kali gelar juara saat masih bermarkas di lapangan tersebut. Gelar tahun 1954 juga bisa dibilang kontroversial karena sebelumnya terjadi keributan besar di tengah lapangan IKADA pada laga final. Pemain-pemain Persija dan PSMS Medan terlibat baku hantam dan pertandingan sempat dihentikan.

Persija meninggalkan IKADA pada tahun 1961 saat lapangan tersebut digunakan untuk proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas). Sebagai gantinya, Persija diberi Stadion Vios di kawasan Menteng oleh Presiden Soekarno. Kisah Persija dan IKADA pun berakhir.

Stadion Persija, Menteng
Ini merupakan stadion legendaris bagi Persija. Stadion ini dahulunya bernama Stadion Vios, atau dikenal juga dengan sebutan Viosveld. Pemilik lapangan tersebut awalnya adalah klub Belanda, Voorwarts Is Ons Straven (Vios) yang memang klub elit di Batavia.

Lahirnya VIJ sendiri sebetulnya tak lepas dari status Vios yang elit. Para pribumi Jakarta mendukung VIJ karena beberapa dari mereka, ketika itu, tidak boleh melintas di kawasan Menteng yang elit.
Meski masa lalu Vios dan VIJ tidak akur, tapi Viosveld menjadi stadion yang berkesan bagi Persija. 

Di Menteng, Persija pernah melahirkan nama-nama besar sepak bola Indonesia, seperti Soetjipto Soentoro, Anjas Asmara, Iswadi Idris, Andi Lala, Adityo Darmadi, hingga Bambang Pamungkas.
Sebelum digusur, Menteng sebetulnya sudah bukan lagi menjadi kandang bagi Persija di Liga Indonesia. Pada tahun 1997, Persija memilih Stadion Lebak Bulus sebagai kandang mereka, meski Menteng tetap menjadi markas klub untuk berbagai kegiatan internal dan organisasi klub.

Stadion Lebak Bulus
‘Selamat Datang di Kandang Macan’. Stadion Lebak Bulus resmi dipilih menjadi kandang Persija berikutnya sejak 1997. Kepindahan klub ini ke Lebak Bulus sendiri merupakan campur tangan Sutiyoso sebagai Pembina Persija. Sebelum Pelita Jaya pergi dari Jakarta tahun 2000, Persija saat itu harus berbagi kandang dengan The Commandos.

Saat itu Persija memang membutuhkan stadion yang lebih besar kapasitasnya. Proyek mercusuar Sutiyoso untuk meningkatkan jumlah pendukung Persija mengharuskan Persija berpindah ke Lebak Bulus untuk bisa menggelar pertandingan.

Tahun 2007 menjadi tahun terakhir Persija menggunakan Lebak Bulus untuk bertanding. Macetnya kawasan Jakarta Selatan dan semakin banyaknya jumlah pendukung membuat Persija memindahkan kandang mereka ke Stadion Gelora Bung Karno pada kompetisi Indonesia Super League 2008.

Stadion Lebak Bulus sendri kini sudah rata dengan tanah setelah digusur untuk kepentingan pembangunan jalur Mass Rapid Transit (MRT).

Semoga saja persija kedepan akan memiliki stadion resmi yang bisa menjadi saksi bisu perjuangan dan prestasi Persija kedepan.

Oleh: Reza Eka Rosadi

Posting Komentar untuk "Kisah Stadion Persija Yang Berakhir Dengan Penggusuran"