Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keunikan Desa Adat Todo Mulai Dari Niang Todo Sampai Gendang Kulit Manusia

Menjelajahi perkampungan-perkampungan adat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai dari bagian barat Flores sampai di bagian timur terdapat kampung-kampung tradisional dan kampung-kampung tua dengan usia ribuan tahun.

Salah satu dari sekian perkampungan tradisional di Flores barat adalah kampung adat Todo yang dikenal sebagai pusat peradaban Minangkabau. Orang Flores menyebutnya "Minangkebau".

Tak ada yang membantah tentang penelusuran orang Minangkabau di kampung tradisional Todo, Desa Todo, Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai. Selain itu kampung tradisional ini sebagai pusat kerajaan Manggarai di zaman dulu.

Berbagai kisah lisan dan kisah yang sudah dituangkan dalam berbagai buku sejarah Manggarai, Kampung adat Todo selalu dicantumkan dalam berbagai dokumentasi tertulis karena raja-raja pertama di wilayah Manggarai Raya tinggal dan hidup di kampung itu yang berada di kawasan Lembah Todo.

Deretan nama-nama Raja Manggarai selalu berasal dari Kampung Todo sejak masuknya tokoh Mashur dari Minangkabau ke wilayah Manggarai dan menetap di kampung Todo ratusan tahun yang lalu.

Kampung adat yang unik ini berada di wilayah Lembah Todo dengan akses berupa susunan batu yang tertata rapi mengelilingi halaman kampung, untuk menuju ke Niang Mbowang (Bangunan Induk).

Rumah Adat

Di halaman kampung, terdapat 5 meriam berjejer yang diperkirakan adalah meriam Belanda dan beberapa menhir.

Ada aula tempat persembahan, berbentuk persegi empat (compang) yang terletak sejajar lurus dengan akses jalan masuk ke Kampung Todo. Pada bagian atas compang tampak 8 makam tokoh-tokoh adat. Sedangkan pada sisi utaranya terdapat makam Dalu Todo, yaitu mereka yang memiliki jabatan setingkat di bawah raja dengan nisan berbentuk salib.

Salah satu ciri khas Kampung Adat Todo adalah Niang Todo, yaitu rumah panggung berbentuk bundar. Atap rumah terbuat dari jerami dan berbentuk kerucut. Bangunan ini dulunya merupakan istana raja Todo.

Arsitektur Niang Todo mirip dengan rumah adat khas Manggarai. Atapnya berbahan ijuk dan berbentuk kerucut dan menggunakan rangka berbahan kayu dan bambu.

Rumah Adat Todo merupakan rumah adat paling tua di Kabupaten Manggarai, terdiri dari 1 bangunan induk dan 4 bangunan rumah adat yang mirip rumah induk tapi lebih kecil.

Terdapat pula 2 rumah adat pada sisi timur bangunan induk, yakni Niang Rato dan Niang Lodok. D samping itu ada juga 2 rumah adat lainnya pada  sisi baratnya, yakni Niang Wa atau Keka dan Niang Teruk. Sedangkan di bagian depan bangunan induk terdapat Waruga (sebagai empat untuk musyawarah.

Gendang Kulit Manusia

Selain keunikan bangunan dan kebudayaannya, kampung adat ini terkenal dengan salah satu pusaka khasnya, yaitu gendang. Gendang di sini bukan sembarang gendang biasa, tetapi terbuat dari kulit manusia.

"Gandang itu sebenarnya punya cerita yang sangat berarti bagi kerajaan-kerajaan Manggarai. Gendang itu (dibuat) dari kulit wanita cantik nan sakti, yang dulu kisahnya diperebutkan oleh tiga kerajaan," tutur Titus Jegadut, Penanggung Jawab Pariwisata di Kampung Adat Todo, yang diikuti dari kompas.com

Titus menceritakan legenda kampung kelahirannya tersebut pada tiap wisatawan yang datang, sebelum mereka menelusuri lebih ke dalam kampung adatnya. Sepintas rumah adat kampung ini memang berwujud seperti Wae Rebo, tetapi kearifan lokalnya lah yang berbeda.

"Dahulu ada tiga kerajaan yang ingin berkuasa di daratan Manggarai ini, ada Todo, Bima di Sumbawa, dan Kerajaan Goa di Sulawesi. Semuanya selain berebut daratan juga berebut putri cantik yang sakti," tutur Titus.

"Perempuan ini keturunan India dan Bima, yang kabur dari Bima karena bentrok antara adat India yang ingin membunuh anak permpuan (saat itu) dengan adat Bima yang membolehkan anak perempuan," kata Titus.

Sayangnya ketiga kerajaan ini besaing dengan tidak sehat untuk memperebutkan tanah sekaligus putri caktik nan sakti tersebut. Akhirnya para raja mengutus perwakilannya untuk saling bertemu dan merumuskan peraturan untuk persaingan yang sehat di Manggarai.

"Setelah mereka mereka saling curiga dalam bersaing, mereka sempat konflik. lalu diadakan komitmen untuk hentikan ini problem dengan satu fokus solusi, yaitu siapa yang bisa tangkap dan nikahi ini perempuan, dialah yang berhak jadi Raja Manggarai," tuturnya.

Alhasil raja Todo yang kala itu mengetahui keberadaan wanita sakti tersebut dekat dengan kerajaannya, ia pun terjun langsung untuk mencarinya di kala masyarakat terlelap.

"Raja Todo berniat untuk menyudahi persaingan konflik tiga kerajaan yang memperebutkan wanita itu, alhasil dibunuhlah si wanita sakti tadi dengan cara tertentu. Sejak saat itu Todo memproklamirkan sebagai penguasa Manggarai sekaligus pemersatu kerajaan-kerajaan di sana," ucap Titus.

Menurut keterangan leluhurnya, setelah tersiar kabar wanita yang diperebutkan itu mati di tangan Raja Todo, ketiga kerajaan tersebut sepakat untuk tidak lagi konflik. Peperangan yang sudah diprediksi akan terjadi pun tidak terwujud, dengan hasil daratan Manggarai dikembalikan ke Raja Todo.









Posting Komentar untuk "Keunikan Desa Adat Todo Mulai Dari Niang Todo Sampai Gendang Kulit Manusia"